Tentang Jeda, Luka, dan Pelan-Pelan yang Menyelamatkan




 Kadang hidup terasa kayak jalan panjang yang sepi. Kita jalan sendiri, nyari arti dari semua yang udah dilalui, sambil nanya dalam hati: “Aku ini lagi ke mana sih sebenarnya?” Nggak ada petunjuk arah, nggak ada yang bilang “belok kiri” atau “berhenti dulu sebentar.” Kita cuma jalan terus, berharap nanti nemu sesuatu yang bikin semuanya masuk akal.

Tapi yang sering kejadian, bukan nemu jawaban… malah nemu capek.

Capek yang nggak kelihatan. Capek yang ngumpet di balik senyum yang dipaksain tiap hari. Capek yang kita sembunyiin biar nggak dikira lemah. Padahal, dalam-dalamnya hati tuh lagi jerit, minta ditenangin. Bukan butuh solusi rumit. Kadang cuma butuh dipeluk. Atau diajak ngobrol sambil ngopi, tanpa harus pura-pura kuat.

Kita tumbuh di zaman yang ngajarin kalau harus selalu produktif, harus punya pencapaian, harus tahu tujuan hidup. Padahal, nggak semua orang langsung nemu jalannya. Ada yang harus muter dulu, jatuh dulu, berhenti dulu. Dan itu semua nggak bikin kita kalah. Justru di titik-titik itu, kita belajar. Tentang diri sendiri. Tentang orang-orang di sekitar. Tentang apa yang bener-bener penting.

Dan kalau sekarang kamu lagi ada di fase yang kosong, sendirian, atau nggak tahu harus gimana—nggak apa-apa.

Nggak semua hari harus luar biasa. Nggak semua rencana harus jalan mulus. Kadang, istirahat juga bagian dari perjalanan. Duduk sebentar. Tarik napas. Dengerin lagu. Lihat langit. Nanti juga pelan-pelan, semuanya bakal bergerak lagi. Hidup itu nggak melulu soal ngebut ke tujuan, tapi juga tentang gimana kita tetap bertahan, bahkan di hari-hari yang rasanya nggak ada arah.

Tenang aja. Kamu nggak sendiri. Kita semua lagi nyari jalan. Dan itu, udah cukup jadi alasan buat lanjut esok hari.

Kadang hidup terasa kayak jalan panjang yang sepi. Kita jalan sendiri, nyari arti dari semua yang udah dilalui, sambil nanya dalam hati: “Aku ini lagi ke mana sih sebenarnya?” Nggak ada petunjuk arah, nggak ada yang bilang “belok kiri” atau “berhenti dulu sebentar.” Kita cuma jalan terus, berharap nanti nemu sesuatu yang bikin semuanya masuk akal.

Tapi yang sering kejadian, bukan nemu jawaban… malah nemu capek.

Capek yang nggak kelihatan. Capek yang ngumpet di balik senyum yang dipaksain tiap hari. Capek yang kita sembunyiin biar nggak dikira lemah. Padahal, dalam-dalamnya hati tuh lagi jerit, minta ditenangin. Bukan butuh solusi rumit. Kadang cuma butuh dipeluk. Atau diajak ngobrol sambil ngopi, tanpa harus pura-pura kuat.

Kita tumbuh di zaman yang ngajarin kalau harus selalu produktif, harus punya pencapaian, harus tahu tujuan hidup. Padahal, nggak semua orang langsung nemu jalannya. Ada yang harus muter dulu, jatuh dulu, berhenti dulu. Dan itu semua nggak bikin kita kalah. Justru di titik-titik itu, kita belajar. Tentang diri sendiri. Tentang orang-orang di sekitar. Tentang apa yang bener-bener penting.

Dan kalau sekarang kamu lagi ada di fase yang kosong, sendirian, atau nggak tahu harus gimana—nggak apa-apa.

Nggak semua hari harus luar biasa. Nggak semua rencana harus jalan mulus. Kadang, istirahat juga bagian dari perjalanan. Duduk sebentar. Tarik napas. Dengerin lagu. Lihat langit. Nanti juga pelan-pelan, semuanya bakal bergerak lagi. Hidup itu nggak melulu soal ngebut ke tujuan, tapi juga tentang gimana kita tetap bertahan, bahkan di hari-hari yang rasanya nggak ada arah.

Tenang aja. Kamu nggak sendiri. Kita semua lagi nyari jalan. Dan itu, udah cukup jadi alasan buat lanjut esok hari.


Posting Komentar

0 Komentar